Sabtu, 26 April 2014

Peran Pemikiran dan Gerakan Politik Kristen di Indonesia







































Peran Pemikiran dan Gerakan Politik Kristen di Indonesia

Bukanlah suatu kebetulan ketika gereja hadir dan berproses di bumi nusantara ini. Nusantara yang menjadi negara bernama Indonesia pada 17 Agustus 1945, adalah dunianya agama-agama. Kekristenan, baik sebagai nilai maupun sebagai institusi adalah salah salah dari keragaman yang Indonesia miliki itu. Sebelum negara ini berdiri, maupun ketika negara ini telah hadir sebagai sebuah institusi politik yang mengikat bangsa-bangsa, gereja yang membawa misi Yesus Kristus telah berproses dengan segala dinamika negara ini. Kehadiran gereja, tentu tak hanya soal pemikiran teologisnya, namun juga gerakan politik yang memberi nilai bagi perubahan dan pembaharuan Indonesia sebagai negara plural.

Dinamika Politik Kristen di Indonesia
Kekristenan telah sejak berabad-abad diperkenalkan di nusantara. Nilai Injil yang dilembagakan dalam gereja, telah dibawa masuk oleh bangsa-bangsa Barat, bersamaan dengan kepentingan kolonialisme di Indonesia, juga di dunia Timur lainnya. Meski begitu, akhirnya gereja menemukan dunianya yang bernama Indonesia dengan segala keragamannya. Gereja yang melembagakan nilai-nilai Injil akhirnya harus berproses dengan segala pemikiran dan gerakannya yang khas dengan persoalan Indonesia sepanjang sejarahnya.

Zakaria Ngelow, dalam http://www.geocities.com/jurnalintim, menuliskan beberapa perubahan bentuk peran partisipasi politik Kristen di Indonesia. Partisipasi politik Kristen berlangsung sejak gagasan Indonesia yang bersatu dan merdeka diperjuangkan dalam pergerakan nasional. Dan, itu tak sekali jadi. “Hubungan dan sikap gereja terhadap VOC dan pemerintah Kolonial Belanda sebelumnya belum mempunyai bobot partisipasi politik, walaupun mempunyai maknanya sendiri dalam formasi Kekristenan di Indonesia.”

Ketika kesadaran atas kemerdekaan dan nasionalisme menemukan wujud dalam bentuk perlawanan fisik atau pemikiran terhadap penjajah, barulah gereja tersadar akan panggilan yang sesungguhnya, yang bukan hanya menyampaikan indahnya sorga, melainkan juga soal pentingnya kemerdekaan diri atas tekanan fisik dan pemikiran dari kaum penjajah. “Pada masa pergerakan nasional partisipasi politik Kristen segera diwujudkan ketika pemerintah kolonial memberi peluang bagi adanya kekuatan-kekuatan politik masyarakat di Indonesia untuk turut menentukan kebijakan pemerintah kolonial dengan pembentukan Volksraad (Dewan Rakyat) pada tahun 1917,” lanjut Ngelow.

Tapi pada mulanya, sebelum itu menjadi kesadaran bersama, telah berkembang kekuatan-kekuatan politik untuk melawan hegemoni dan imprealisme oleh bangsa penjajah. Gerakan perlawanan terjadi di tempat dan bentuk yang berbeda. Namun, semangatnya sama, yaitu menolak penjajahan atas diri dan tanah pijakan. “Sebelum itu memang telah berkembang kekuatan-kekuatan masyarakat dalam berbagai organisasi kemasyarakatan yang berusaha memajukan diri dalam kerangka politik etis pemerintah kolonial. Kalangan Kristen mula-mula menghimpun kekuatannya dalam organisasi-organisasi kesukuan yang terbuka kepada kebersamaan dengan warga non-Kristen, sebagaimana a.l. dalam ormas-ormas Minahasa, Maluku dan Batak. Penekanannya pun belum politik secara langsung, melainkan emansipasi sosial dan ekonomi,” tulis Ngelow lagi.

Dalam perjalanannya, sikap politik Kristen, diawali dengan sebuah sikap yang pro kolonial. Ngelow menuliskan, Partai politik Kristen pertama di Indonesia CEP (Christelijk Etische Partij kemudian menjadi CSP, Christelijk Staatkundige Partij) dibentuk oleh kalangan Kristen Belanda dan kemudian melibatkan beberapa tokoh Kristen Indonesia (a.l. R.M. Notosoetarso, T.S.G. Mulia, Rehatta). “Pandangan politik CEP terhadap hubungan kolonial adalah mendukung gagasan perwalian, yakni bahwa hubungan kolonial adalah kehendak Tuhan dalam sejarah yang memberi kewajiban kepada Negeri Belanda untuk membimbing rakyat pribumi menuju kemandirian tanah jajahan yang tetap terikat dengan Negeri Belanda,” ungkapnya.

Tapi itu ternyata tidak diterima semua pihak. Kalangan progresif Kristen Indonesia yang mendukung perjuangan kemerdekaan merasa tidak sama dengan sikap politik yang pro kolonial itu. Kelompok yang progresif ini kemudian memilih bergabung dengan partai-partai sekuler. “Kalangan ‘Kristen pribumi’ dalam CSP memisahkan diri namun tidak berkembang karena tanpa perubahan visi politik pro-kolonial, dan karena batas-batas etnis yang masih sangat kental. Sumbangan positif partai Kristen yang didominasi orang Belanda ini adalah sekadar tempat latihan berpolitik, sebagaimana juga Volksraad bagi banyak politisi Indonesia dari golongan cooperatie (yang bekerjasama dengan pemerintah kolonial dalam memperjuangkan masa depan Indonesia)” jelas Ngelow.

Di awal abad 20, tulis Ngelow, kalangan intelektual muda Kristen dalam lingkaran gerakan mahasiswa Kristen (CSV, Christen Studenten Vereeniging) memperoleh pengarahan dari sejumlah tokoh Kristen Belanda yang progresif untuk memihak pada pergerakan nasional memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Salah satu tokoh di dalamnya adalah J. Leimena (1905-1977). “Dalam kiprahnya, mereka terbagi atas yang berpartisipasi di bidang politik melalui partai politik Kristen dan yang memilih partai politik sekuler. Memang sejak masa pergerakan nasional ditempuh berbagai jalur partisipasi politik, di dalam dan di luar partai Kristen. Politikus ulung seperti Amir Sjarifuddin justru memilih berkiprah di dalam lingkaran sosialis-komunis,” tulis Ngelow.

Partai Kristen Indonesia (Parkindo) menulis di situsnya sejumlah peran pemikiran dan aksi para tokoh Kristen di masa-masa awal kelahiran Indonesia. Antara lain, bahwa dalam Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang beranggota 60 orang terdapat 3 (tiga) orang tokoh Kristen yaitu Mr.A.A.Maramis, Mr. Johanes Latuharhary dan Parada Harahap. Selain sebagai anggota BPUPKI, mereka juga terpilih sebagai anggota Panitia Penyusunan Rancangan Undang-Undang Dasar yang diketuai Ir.Soekarno. Ketiga tokoh Kristen ini juga berada di antara 19 orang anggota Panitia Penyusunan Rancangan Undang-Undang Dasar.

Agar semua unsur bisa terwakili dalam Panitia Penyusun Rancangan Undang-Undang Dasar, Ir.Soekarno selaku Ketua Panitia menambah wakil-wakil dari daerah. Terpilihlah 2(dua) tokoh Kristen lagi yaitu Dr.Sam Ratulangi mewakili Celebes (sekarang Sulawesi) dan Dr.J.Leimena mewakili Maluku.Pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, tanggal 18 Agustus 1945 pukul 11.16, Dr. Sam Ratulangi mempersoalkan dua hal penting yaitu : Pertama, Masalah Anggaran Belanja Negara yaitu bagaimana kalau Anggaran Belanja yang disampaikan Pemerintah ke DPR ditolak. Karena dalam Rancangan UUD belum ada pasal yang mengatur hal tersebut. Dr.Sam Ratulangi mengusulkan: apabila DPR menolak Anggaran Belanja yang diajukan Pemerintah, maka Pemerintah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun sebelumnya. Usul tersebut diterima menjadi pasal 23 UUD yang berbunyi : “ ….. Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diajukan Pemerintah, maka Pemerintah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun sebelumnya”. Kedua, masalah dekonsentrasi serta desentralisasi. Dr Sam Ratulangi mengusulkan : agar daerah-daerah diberi hak seluas-luasnya untuk mengurus keperluannya menurut pikirannya sendiri, menurut kehendaknya sendiri. Tentu dengan persetujuan bahwa daerah-daerah itu adalah daerah daripada Indonesia dari satu Negara. Biarpun demikian kebutuhan, keperluan daerah-daerah di sana harus mendapat perhatian sepenuhnya, yaitu dengan mengadakan suatu peraturan yang akan menyerahkan kepada pemerintahan daerah kekuasaan penuh untuk mengurus keperluan daerahnya sendiri.

Selain Dr.Sam Ratulangi, ketika membicarakan pasal tentang agama, dalam rapat Panitia penyusun UUD tanggal 15 Juli 1945 pukul 22.20, Mr.Latuharhary juga menanggapi pernyataan anggota Abdul Fatah Hasan tentang pasal 28 ayat 2 yang berbunyi : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk yang memeluk agama lain untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya masing-masing”. Mr. Latuharhary mengatakan kalau bunyinya: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk yang beragama lain”, maka artinya menjadi hilang. Sebab maksud Panitia, menghormati agama bukan menghormati orang yang memeluk agama. Jadi, kalau diganti dengan “untuk yang memeluk”artinya berlainan; oleh sebab itu saya ada keberatan. Saya minta supaya ayat itu bunyinya tetap seperti yang diajukan oleh Panitia Kecil itu”.

Parpol-parpol Kristen dalam Panggung Politik Indonesia
Partai politik selalu dipahami sebagai alat untuk merealisasikan partisipasi politik. Parpol juga dipakai sebagai alat untuk merebut kekuasaan di parlemen secara konstitusional. Setidaknya, parpol bisa menjadi alat representesi perjuangan aspirasi rakyat atau kelompok rakyat dalam suatu bangsa, dalam komunitas Kristen misalnya Parkindo.

Selama pemerintahan Presiden Soekarno, PARKINDO selalu terwakili dalam Kabinet. Posisi yang sering diberikan kepada PARKINDO adalah sebagai Menteri Kesehatan. Hanya pada tiga Kabinet PARKINDO tidak terwakili yaitu pada:

Kabinet I - Kabinet Presidensiel pimpinan PM.Mohamad Hatta (tanggal 2 September – 14 November 1945).
Kabinet PM Soesanto (Kabinet Peralihan) 29 Desember 1949 – 21 Januari 1950 dan
Kabinet PM Ali Sastroamidjojo I: 1 Agustus 1953 – 12 Agustus 1955.

Tokoh PARKINDO Dr.J.Leimena sejak Dekrit 5 Juli 1959 selalu dipakai Presiden Soekarno dalam pemerintahannya. Dalam Kabinet Karya (1959) pimpinan Djuanda, Dr.J.Leimena menduduki jabatan sebagai Wakil Menteri Utama II. Presiden Soekarno menggunakan istilah Menteri Utama untuk jabatan Perdana Menteri karena setelah kembali ke UUD 1945, Presiden selain sebagai Kepala Negara juga sebagai Kepala Pemerintahan. Ketika Presiden Soekarno merombak kabinet pada tahun 1960, Dr.J.Leimena kembali diangkat sebagai Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II. Dr.J.Leimena juga sering menjadi Pejabat Presiden selama Presiden Soekarno keluar negeri. Tidak kurang dari tujuh kali Dr.Leimena dilantik dan diambil sumpahnya sebagai Pejabat Presiden selama pemerintahan Soekarno.

Pada masa Pemerintahan Orde Baru, PARKINDO hanya sekali terwakili dalam Kabinet sesudah Pemilihan Umum 1971 yaitu dalam Kabinet Pembangunan I ( 1973 -1978) sebagai Menteri Sosial yang dijabat oleh Dr. A.M.Tambunan SH.

Kemudian di zaman reformasi muncul sejumlah partai berbasis Kristen, antaranya PKD, PDKB, PDS, Krisna dan PKDI.

Partai Kristen Demokrat (PKD) lahir/ berdiri dilatar belakangi oleh kondisi kehidupan Indonesia yang sedang mengalami krisis multi dimensi seperti lemahnya penegakan hukum, bahaya disintegrasi, demoralisasi serta degradasi nasionalisme.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, telah bangkit gerakan reformasi untuk merekonstruksi sendi-sendi kehidupan bangsa yang telah carut-marut, namun dalam kenyataannya justru kerusuhan semakin marak, tindak kekerasan makin meluas dan adanya pelanggaran hak asasi manusia.

Situasi ini menggugah nurani kristiani sejumlah tokoh Krsten untuk menjadi garam dan terang bagi bangsa ini. Perjuangan Partai Kristen Demokrat (PKD) tidak didasarkan pada besarnya uang yang dimiliki, melainkan atas besarnya keyakinan akan pimpinan dan penyertaan Tuhan.

Menjadi berkat bagi negeri tercinta ini adalah tujuan pendirian Partai Kristen Demokrat (PKD) yaitu mewujudkan cita-cita nasional Bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Peran Politik Kristen di Indonesia
Kehadiran gereja Kristen di Indonesia, dalam pemikiran dan gerakannya bagaimanapun telah memberi sumbangan yang cukup besar bagi perjalanan sejarah negara ini. Ke depan, refleksi teologis terhadap peran gereja di bidang politik, hendaknya lebih diarahkan pada usaha pemerdekaan dan pembebasan yang seutuhnya bagi rakyat yang tertindas demi Indonesia yang sejahtera.

Dalam tulisannya, Ngelow mengutip apa yang pernah dikatakan Ds. Basoeki Probowinoto di tahun 1945 yang berbunyi: “Ketinggian Nama Toehan itoelah toedjoean jang terachir dari segala machloek dan segala oesaha manoesia, djoega didalam lapangan politiek. Politiek Kristen tidak semata-mata ditoedjoekan pada keoentoengan doeniawi, bagi politiek Kristen jang mendjadi oekoeran kebesarannja boekanlah hasil doeniawi jang diperoleh, akan tetapi apakah didalam segala oesahanja itoe partij mengandjoerkan, mempertahankan dan menjalankan azas2 dari Firman Toehan.”

Seperti itulah kira-kira tujuan dari peran pemikiran dan aksi politik Kristen dalam konteks Indonesia. Ketika Probowinoto mengatakan itu, negara ini sedang dalam gejolak politik, terutama ketegangannnya dengan bangsa penjajah. Dalam konteks sekarang, 63 tahun dari zaman Probowinoto itu, Indonesia masih dalam konteks bergejolak. Meski memang yang dihadapi bukanlah lagi peperangan fisik, namun Indonesia sekarang ini harus bertarung hebat melawan diri sendiri. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, ancaman terorisme, yang kesemuanya itu mengakibatkan munculnya kemiskinan, kebodohan, ketimpangan sosial serta ketidakamanan, adalah musuh besar Indonesia sekarang ini.

Maka, politik Kristen akhirnya harus diarahkan dalam usaha mengatasi dan memperjuangkan hak-hak hidup rakyat di negara ini. Sehingga, mestinya, antara iman Kristen dan politik bertemu dalam keprihatinan umat Kristen terhadap kondisi-kondisi yang memprihatinkan itu. Ini juga sekaligus akan mengkoreksi pemikiran yang terlanjur menjadi main stream dalam benak kebanyakan orang bahwa politik tidak suci dan kotor. Kalau akhirnya, politik diarahkan pada usaha pembelaan dan pemberdayaan hak-hak kemanusiaan dan kelestarian alam, maka politik itu akan menjadi mulia. Ternyata, ini akhirnya harus dikembalikan kepada manusia itu sendiri dalam dia memperlakukan dan memaknai politik itu.

Andreas Yewangoe (dalam
www.pgi.or.id) melalui sebuah artikelnya mengatakan, “Sebagai umat Kristen, kita beriman kepada Allah sebagaimana diungkapkan di dalam Yesus Kristus dan secara terus-menerus diaktualisasikan melalui perbuatan kita oleh bantuan Roh Kudus.”

Lebih tegasnya Yewangoe mengatakan, dengan demikian perbuatan politik kita pun mestinya merupakan aktualisasi iman tersebut. Bahkan mengutip Karl Barth, dalam bukunya yang berjudul Rechtfertigung und Recht, Yewangoe mengatakan, ini mengindikasikan bahwa kekristenan hanya mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap politik. “Ia kurang lebih mengatakan, ‘Bukan dengan melakukan politik, tetapi dengan menjadi gereja pun, maka gereja telah melakukan politik,’” tulis Yewangoe.

Gereja berpolitik, menurut Yewangoe adalah panggilan untuk ikut serta membangun polis di mana gereja berada. Dan ukuran politik gereja adalah apa yang ideal hari ini.

Sementara menurut Yewangoe, politik itu sendiri bisa diartikan dua hal. Pertama, sebagai kemampuan untuk hidup bersama dalam dan membangun polis (kota) di mana kita hidup di dalamnya dengan siapa pun. Dalam pengertian kedua, politik adalah perjuangan untuk memperoleh kekuatan politik (Belanda; politieke machtstrijd). “Setiap partai politik tentu merumuskan tujuannya berpolitik, yaitu sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan bersama (dan kesejahteraan anggota-anggotanya). Guna mencapai tujuan ini, maka program politik dirumuskan di mana kekuasaan dipakai untuk mencapainya. Diharapkan partisipasi masyarakat dalam pencapaian tujuan itu yang diindikasikan melalui persetujuan di dalam pemilihan umum,” tulis Yewangoe.(tim redaksi)


[1] http://inspiratoronline.blogspot.com/2008/09/peran-pemikiran-dan-gerakan-politik.html

Selasa, 22 April 2014

SEJARAH HURIA KRISTEN INDONESIA (HKI)

SEJARAH HURIA KRISTEN INDONESIA (HKI)
“ Aku akan mengutus dari antara mereka ke pulau-pulau yang jauh yang belum pernah mendengar kabar tentang Aku dan yang belum pernah melihat kemuliaanKu” ( Yes. 66 : 10 ).
I.          Pendahuluan.
Suku Batak adalah salah satu suku yang cukup besar di Indonesia. Karena kebesarannya, orang Batak selalu menyebut “Bangso Batak”. Menurut SejarahNya, suku Batak menyebar dari Pulau Samosir ke daerah-daerah lainnya di Indonesia. Suku Batak terdiri dari lima etnis, yaitu : Toba, Simalungun, Karo, Pakpak Dairi, Angkola – Mandailing. Berabad-abad lamanya, suku Batak berada dalam “kegelapan”. Oleh Anugerah Allah yang dinyatakan dalam Yesus Kristus, setelah tiba waktunya, Allah mengutus hamba-hambaNya memberitakan Injil kehidupan ke tengah-tengah suku Batak yang masih berada dalam kegelapan itu.
Bangsa Belanda yang sudah + 226 menjajah Indonesia, senantiasa berusaha memajukan usaha dagangnya ( VOC ). Dalam waktu yang bersamaan, mereka  melihat bahwa penduduk di Indonesia  masih lebih banyak yang belum beragama, selain agama suku. Keadaan ini mereka beritakan kepada Gereja-Gereja di Negeri Belanda. Atas dasar berita ini, Gereja Belanda melalui Badan Zending  NZG (Nederlanche Zending Genoschap) mulai mengutus Penginjil ke Indonesia. Mereka memula Penginjilan itu dari daerah-daerah yang telah ditaklukkan oleh militer Belanda karena dianggap lebih aman. Mereka memulai pekerjaan itu dari Batavia ( Jakarta sekarang ).
Disamping Gereja Belanda, Gereja Babtis Amerika Serikat juga mengutus dua orang Misionaris untuk bekerja di Indonesia. Akan tetapi hingga akhir pelayanannya kedua misionaris itu belum berhasil menyebarkan Injil ke Tanah Batak. Sepuluh tahun kemudian, tahun 1834, Gereja Boston Amerika Serikat mengutus dua orang lagi Penginjil untuk bekerja di Tanah Baatak, mereka adalah Tuan Munson dan Tuan Lyman. Setelah menempuh jarak kira-kira 100 km dari suatu daerah yang benama Barus dengan berjalan kaki melewati rawa-rawa , gunung-gunung batu terjal, dan hutan belukar, mereka sampai di Sisangkak Lobupining kira-kira 10 km dari Tarutung ke arah Sibolga. Kedua orang Misionaris ini ditolak dan dibunuh oleh penduduk setempat tanggal 28 juni 1834.
Setelah beberapa tahun Badan Zending Belanda NZG bekerja di Batavia, merekapun mulai melakukan penginjilan ke tanah Batak dengan mengutus seorang Misioanaris bernama Pdt. Van Asselt. Mereka memulainya dari arah selatan  ( Sipirok ). Van asselt disusul oleh dua orang Misioanaris  dari Badan Zending Jerman “Reinsche Mission Gesellschaft (RMG)”, yaitu Pdt. Heiny dan Pdt. Klammer ke Sipirok. Sebelumnya kedua Misionars ini pertama kali diutus oleh Badan Zending RMG bekerja ke Borneo (Kalimantan), akan tetapi, mereka ditolak disana kemudian kembali ke Batavia lalu diutus ke Tanah batak ( Sipirok ).
Setelah kedua misionars RMG ini sampai di sipirok, pada tanggal 07 Oktober 1861 tugas penginjilan selanjutnya di Tanah Batak diserahkan oleh NZG (Van Asselt ) kepada RMG ( Pdt. Heyni dan Pdt. Klammer ). Tanggal serah terima inilah yang dicatat sebagai permulaan keKristenan ditanah Batak.
Satu Tahun kemudian, RMG mengutus seorang misionaris , yaitu Pdt. I.L Nommensen, yang akhirnya kita sebut sebagai Rasul Orang Batak. Beliau sampai di Barus pada tanggal 14 Mei 1862 dan terus ke Sipirok bergabung dengan misionaris Pdt. Heyni dan Pdt. Klammer. Setelah berdiskusi dengan kedua Misioanaris ini, disepakati pembagian wilayah pelayanan, bahwa Nomensen akan bekerja di Silindung. Kunjungan Pertama ke Tarutung dilakukan oleh Nomensen pada Tanggal 11 November 1863. Pada Kunjungan pertama ini, Nomensen diterima oleh Ompu Pasang ( Ompu Tunggul ) kemudian tinggal dirumahnya yang daerahnya masuk dalam kekuasaan Raja Pontas LumbanTobing. Dari sini Nomensen kemudian kembali ke Sipirok untuk mempersiapkan segala sesuatunya yang diperlukan dalam pelayanannya.
Pada pertengahan tahun berikutnya, 1864, Nomensen dengan membawa semua perlengkapannya berangkat kembali ke Tarutung, dan tiba di Tarutung pada tanggal 07 Mei 1864. Nomensen kembali kerumah Ompu Pasang (Ompu Tunggul ), tetapi dia ditolak. Di Onan Sitahuru, Nomensen duduk dan merenung dibawah sebatang pohon beringin ( hariara) untuk memikirkan apa yang akan dia perbuat. Nomensen lalu pergi kedesa lain dan sampai ke di desa Raja Aman Dari LumbanTobing. Nomensen berharap Raja Aman Dari Lumbantobing dapat mengijinkannya tinggal diatas lumbung padinya.   Akan tetapi raja Aman Lumbantobing sedang pergi kedesa lain membawa isterinya yang sedang sakit keras. Melalui seorang utusan, Nomensen menyampaikan niatnya ini kepada Raja Aman Lumbantobing, akan tetapi Raja Aman Lumbantobing menolak. Nommensen kemudian meminta utusannya ini untuk kembali menemui Raja Aman Lumbantobing untuk kedua kalinya dengan pesan, “bahwa sekembalinya Raja Aman kedesanya, penyakit istrinya akan hilang”. Raja Aman kemudian berkata, apabila perkataan Nomensen itu benar, maka dia akan mengizinkan Nomensen tinggal dirumahnya. Oleh kuasa Tuhan pemilik Gereja, apa yg dikatakan oleh Nomensen terbukti. Penyakit istri Raja Aman sembuh. Raja Aman Lumbantobing kemudian menginjinkan Nomensen tinggal dirumahnya.
Akan tetapi, pada mulanya Raja Pontas LumbanTobing tidak mau menerima Nomensen. Dia berusaha mempengaruhi Raja-Raja di Silindung supaya menolak Nomensen. Sebaliknya, Raja Aman Dari LumbanTobing, juga berusaha mempengaruhi Raja-Raja di Silindung untuk menerimanya. Sehingga masyarakat di sekitar Silindung terbagi dua dalam hal penerimaan terhadap Nomensen. Walaupun masyarakat Silindung terbagi dua (ada yang menerima dan ada yang menolak Nomensen), Nomensen tetap berada di Tarutung dan memulai pelayanannya mengabarkan Injil.
Oleh Kuasa Tuhan, satu Tahun kemudian, 27 Agustus 1865, Nomensen dapat melakukan pembabtisan pertama kepada satu orang Batak. Bahkan di Kemudian hari, Raja Pontas Lumban Tobing yang dulunya menolak Nommensen, meminta supaya dia dan keluarganya dibabtiskan. Pada saat itu juga Raja Pontas meminta supaya Nomensen pindah dari Huta Dame ke Pearaja. Setelah Raja Pontas dan keluarganya masuk Kristen, masyarakat Silindung makin banyak masuk Kristen.
Sejalan dengan pertumbuhan Gereja di Silindung, Nomensen membuka Sekolah Guru di Pansur Napitu. Lulusan sekolah ini dijadikan menjadi guru Injil dan Guru Sekolah. Dikemudian hari, sekolah ini dipindahkan ke Sipaholon. Kemudian, Nomensen membuka Pos Penginjilan baru di Sigumpar. Dari sanalah beliau menyebarkan Injil bersama para pembantunya ke seluruh Toba Holbung dan Samosir.
Nomensen meninggal pada pada tanggal 22 Mei 1918 dan dikebumikan pada tanggal 24 Mei 1918 di Sigumpar, disamping makam istrinya tercinta yang telah mendahuluinya.
I.          GERAKAN KEMANDRIAN GEREJA BATAK
Untuk meningkatkan taraf hidup, banyak orang Batak Kristen yang merantau ke Pesisir Timur Pulau Sumatera dan Jawa. Kebanyakan dari mereka yang pindah adalah Petani yang bersahaja, hanya sedikit dari antara mereka yang bekerja di perkebunan. Kita tidak mengetahui secara pasti kapan mulai terjadi. Yang dapat kita catat adalah bahwa sejak tahun 1907 para perantau ini sudah mendirikan gereja-gerejanya sendiri disekitar perkebunan Tapanuli, kota-kota pesisir Sumatera Timur hingga pada Tahun 1920 di Jakarta yang dikaitkan dengan tradisi Gereja Batak di Tapanuli dan dengan RMG.
Gereja-Gereja di Perantauan ini makin gencar menuntut kemandirian Gerejanya dari RMG. Mereka makin mendorong usaha kemandirian yang telah dilakukan melalui pendirian “Pardonganon Kongsi Mission Batak (PMB)” pada tanggal 02 November 1909 di Tarutung dan “Hadomuan Kristen Batak” ( HKB) pada tanggal 28 September 1917 di Balige.
III.       HOERIA CHRISTEN BATAK ( H.Ch.B ) adalah Gereja Mandiri yang pertama.
1.          Berdiri 01 Mei 1927
Sejak Tahun 1907 sudah ada jemaat yang dirikan oleh RMG di Pematang Siantar ( Jalan Gereja sekarang ), dan jemaat ini menjadi pusat utama para Misioner RMG di Sumatera Timur. Akan tetapi, warga Jemaatnya banyak yang tersebar disekitar pinggiran kota Pematang Siantar yang jaraknya kurang lebih 04 km dari gereja ini dan F.Sutan Malu Panggabean adalah salah seorang dari antaranya.
Mempertimbangkan sulitnya menjangkau Gereja di Pematang Siantar dengan Jalan kaki, maka F. Sutan Malu Panggabean ( yang adalah lulusan Sekolah Guru Seminari Sipaholon tahun 1909) mengusulkan agar didirikan satu jemaat baru di Pantoan. Usul ini ditolak oleh Pdt. R. Scheneider ( Missionari RMG) di Gereja Pematang Siantar.
Sejalan dengan lahirnya hari kebangkitan Nasional melalui pendirian Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 dan didorong oleh keinginan kemandirian Gereja dari RMG, serta penolakan mendirikan Jemaat Baru di Pantoan oleh Misionaris RMG di Pematang Siantar, adalah menjadi salah satu alasan untuk mendirikan satu gereja baru di Pantoan yang kemudian disebut Hoeria Christen Batak ( H.Ch.B).
Sebenarnya, sejak tahun 1927, F.P.Sutan Malu sudah mulai melakukan kebaktian Minggu dirumahnya di daerah Pantoan Pematang Siantar. Akan tetapi, baru pada tanggal 01 April 1927 membuat surat pemberitahuan resmi kepada pemerintahan. Alasan utama mendirikan Gereja ini ( disamping alasan yang disebut diatas ) dinyatakan oleh F. Sutan Malu Panggabean pada waktu beliau ditanyai oleh Pejabat Pemerintah Simalungun, adalah Firman Tuhan yang tertulis dalam Yakobus 1 : 22 : “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku Firman dan bukan hanya pendengar saja jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri”. Dari alasan yang dikemukakan ini nampak dengan jelas bahwa pendirian Gereja HChB yang memperluas namanya menjadi HKI adalah untuk menyelenggarakan Pekabaran Injil ( Marturia), persekutuan ( Koinonia), dan Pelayanan Kasih ( Diakonia ).
2.         Perkembangan Mula-mula
Sambutan masyarakat Kristen Batak terhadap H.Ch.B di Pematang Siantar dan sekitarnya sangat luar biasa. Dalam kurun waktu yang relative singkat (8 Tahun), yaitu pada masa 1927-1930 terdapat 5 Jemaat dengan 220 Kepala Keluarga, dan pada masa 1931-1933 jumlahnya bertambah menjadi 47 Jemaat dan pada masa 1933-1935 jumlahnya sudah mencapai lebih dari 170 Jemaat. Dari daerah Pematang Siantar dan sekitarnya, pada masa 1931-1942, Gereja HChB sudah menyebar sampai ke Daerah Deli Serdang, Tapanuli didaerah Humbang, Sipahutar, Pangaribuan, Silindung sekitarnya, Patane Porsea atau Toba Holbung sekitarnya, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Sidikalang, atau Dairi sekitarnya, Tanah Alas dan sekitarnya. Seperti telah disebutkan diatas, bahwa gerakan kemandirian Gereja itu tidak hanya terjadi diPematang Siantar dan sekitarnya, tetapi juga di Medan. Demikianlah pada tanggal 5 Agustus 1928 oleh 123 orang warga jemaat RMG mendirikan satah satu Jemaat baru di Medan yang disebut “Hoeria Christen Batak Medan Parjolo” ( HChB Medan I ). Karena banyak yang tidak senang atas pendirian Gereja Baru ini, maka kelompok yang tidak senang ini menamai mereka “Partai 123”. Sebutan ini dimaksud untuk mendiskreditkan Gereja Baru ini sebagai partai politik bukan Gereja. Jermaat inilah yang menjadi jemaat HKI jalan Dahlia Medan sekarang. Semua jemaat-jemaat diharuskan menyelenggarakan Pendidikan kepada anak-anak setingkat sekolah dasar.
2.         RECHTPERSON DAN HAK MENYELENGGARAKAN SAKRAMENT.
H.Ch.B yang disebut-sebut oleh orang-0rang yang tidak menyukainya sebagai kumpulan Partai Politik sangat menderita. Karena HChB tidak diakui sebagai Gereja, maka tidak diberi hak melayankan sacrament ( Babtisan dan Perjamuan Kudus ) oleh pemerintahan Belanda. Atas dasar ini maka Pimpinan HChB Voorzitter F. Sutan Maloe Panggabean dan Secretaris I.M Titoes Lumban Gaol memohon Rechtperson dan izin melayankan sacrament kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Jakarta pada tanggal 09 September 1929 dan disusul tanggal 01 Agustus 1931. Akan tetapi jawaban dari Pemerintah Belanda tidak kunjung tiba.
Karena permohonan-permohonan tidak ditanggapi, maka diputuskan untuk mengutus Voorzitter F. Sutan Maloe Panggabean langsung menghadap  Gebernur Jenderal di Jakarta. Biaya yang dibutuhkan f.250 ( sama dengan harga 310 kaleng beras). Untuk mengusahakan biaya ini ditugaskan pengurus HChB Pantoan dan Dolok Merangir. Akan tetapi, mereka gagal untuk mencarinya.
Seluruh jemaat-jemaat di Pematang Siantar dan sekitarnya berdatangan ke Pantoan untuk mendoakan kepergian Voorzitter F. Sutan Maloe Panggabean Pimpinan Gereja mereka agar Tuhan menyediakan biaya yang dibutuhkan dan beliau dituntun, diperlengkapi, dikuatkan serta dipelihara oleh Tuhan dalam perjalanannya. Mereka bernyanyi dan berdoa dengan deraian air mata.
Atas dasar keyakinan, Voorzitter F. Sutan Maloe Panggabean berangkat ke Dolok Merangir dan besok paginya direncanakan berangkat ke Belawan. Beliau sampai disana pukul 22.30 (malam). Sekretaris I M.T LumbanGaol menginformasikan bahwa biaya yang dibutuhkan ke Batavia belum diperoleh.
Dengan lebih dulu bernyanyi dan berdoa diiringi dengan isakan tangis , dalam kegelapan malam Bapak M.T Lumban Gaol berangkat lagi untuk mengusahakannya. Beliau kembali pada pukul 01.30 (pagi) dengan membawa sejumlah uang yg dibutuhkan. seorang yang bukan warga gereja berkenan meminjamkannya kepada bapak M.T Lumban Gaol. Inilah yang memungkinkan keberangkatan  Voorzitter F. Sutan Maloe Panggabean langsung menghadap  Gebernur Jenderal di Jakarta. Dengan diiringi doa dan air mata, seluruh warga Jemaat melambaikan tangan untuk memberangkatkan Pimpinan Gereja nya ke Batavia.
Di Batavia, melalui bantuan seorang pengacara yang bernama Mr. Hanif, Voorzitter F.P Sutan Malu Panggabean dapat menemui Gubernur Jenderal Belanda di Bustenzorg ( Bogor sekarang ). Setelah dilakukan rapat oleh pemerintah Belanda maka pada tanggal 27 Mei 1933 ( dua hari berikutnya ) Rechtperson diberikan. Dan sepuluh hari berikutnya, izin melayankan Sakrament juga diberikan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Menyadari pentingnya pelayan untuk melayankan Sakrament maka pata tahun 1933 Voorzitter F.P Sutan Malu Panggabean ditahbiskan menjadi Pendeta.
3.         PERLUASAN NAMA HChB MENJADI HKI
Atas kesadaran perluasan misi Gereja dan atas kesadaran bahwa HChB bukan hanya untuk berada di Tanah Batak Saja, maka pada Synode tanggal 16-17 November 1946 nama HChB ( Huria Christen Batak ) diperluas menjadi HKI ( Huria Kristen Indonesia ). Dalam Synode ini juga dipilih Voorzitter ( Ketua Pucuk Pimpinan yang baru ) Pdt. T.J Sitorus. Beliau inilah yang memimpin HKI sampai Juli tahun 1978 ( 32 Tahun ).
Akan tetapi sangat disayangkan, setelah selesai Synode, ada beberapa Jemaat dan Pendeta yang menyatakan ketidaksetujuan nya pada perluasan nama ini. Mereka terpisah dari HKI dan tetap memakai nama HChB, yang kemudian diubah menjadi “Gereja Batak Kristen ( GKB ). Baru pada tanggal 26 Agustus 1976 Synode GKB menyatakan diri bergabung kembali dengan HKI.
4.         KEGIATAN OIKUMENIS
a. Terisolasi selama 40 Tahun
Seperti disebutkan diatas, bahwa Badan Zendng RMG tidak mengakui HChB (HKI) sebagai Gereja. Oleh sebab itu, selain dari mempengaruhi Pemerintahan Hindia Belanda untuk mempersulit Gereja HChB memperoleh Rechtperson dan izin melayankan sacrament, juga menghambat HChB ( HKI ) memasuki Badan-Badan Oikumenis di Indonesia dan Internasional selama 40 Tahun. Selama 40 Tahun ini HChB ( HKI ) sangat menderita. Semua Perguruan Teologia di Indonesia tertutup untuk HChB ( HKI ). Dengan kemampuannya yang terbatas, HChB ( HKI ) mendidik para Pelayannya ( Pendeta, Guru Jemaat, Bibelvrow dan Evangelis) selama 40 Tahun. HKI juga tidak menerima bantuan apapun dari gereja-Gereja dalam dan Luar Negeri. Gereja HKI benar-benar berdiri sendiri dalam daya, dana dan teologia.
Selama 40 tahun ini juga, HChB ( HKI )  mencatat tiga kali kemelut Internal ( masa 1934-1942; 1946; 1959-1964). Akan tetapi oleh anugerah Tuhan pemilik Gereja itu dan dilandasi oleh semangat kemandirian Gereja HChB ( HKI ) dapat menyelesaikan sendiri masalah internalnya.
B.        DITERIMA DALAM KEGIATAN OIKUMENIS.
Setelah bergumul didalam doa dan melalui pendekatan-pendekatan yang sangat melelahkan, maka pada Sidang Dewan Gereja-Gereja Indonesia ( DGI ) tanggal 29 Oktober 1967 di Makasar (Ujung Pandang ) HKI diterima menjadi Anggota DGI.
Sejak HKI diterima menjadi Anggota PGI, terbukalah pintu bagi HKI untuk Persekutuan Gereja-Gereja Internasional. Sekarang HKI adalah salah satu Gereja Anggota di CCA, LWF, WCC, UEM dan memiliki hubungan yang baik dengan Gereja-Gereja di Indonesia dan dengan gereja –Gereja di Indonesia dan dengan Gereja-Gereja Manca Negara misalnya ELCA ( AMerika), LCA ( Australia), Gereja Rheinland dan Wesfalia di Jerman, dan secara khusus memiliki hubungan Partnership dengan K.K Hamm Jerman.
5.         KEADAAN SEKARANG
Dalam umurnya yang ke 79 tahun ini, HKI sudah tersebar di persada nusantara ini terutama di Sumatera dan Jawa. Warga jemaatnya kurang lebih 355.000 jiwa dan tersebar di 745 Jemaat, 128 Resort, dan 9 Distrik/ Daerah. Dilayani oleh 169 orang Pendeta, 78 Orang Guru Jemaat penuh waktu dan 596 orang Guru Jemaat paruh waktu, 8 orang bibelvrow, 4 Orang Diakones.
IV.       PENUTUP
Melihat kesetiaan Tuhan menuntun HChB yang memperluas nama nya menjadi HKI selama 84 Tahun ini, maka kita patut beryukur kepada Tuhan serta mengevaluasi secara jujur dihadapan Tuhan sudah sejauh mana kemaksimalan pelayanan kita selama ini di HKI. Untuk kemudian bersama membangun pelayanan di HKI ini. Ingatlah bahwa motivasi dan dasar mendirikan HChB atau HKI ini seperti yang tertulis di Yakobus 1 :22 yang menatakan : “Tetapi hendaklah kamu menajdi pelaku Firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demian, kamu menipu diri sendiri”.[1]

Alamat
Jl. Melancthon Siregar No. 111
Pematangsiantar – Sumut 21128
Telp.0622-743.6476; 25995; Fax. 23238
Email: hki@hki-online.or.id
Website: www.hki-online.or.id
STATISTIK
Denominasi gereja: Lutheran
Jumlah wilayah pelayanan: 8 Distrik/ Daerah,
Jumlah jemaat: 674 jemaat, 103 Resort.
Jumlah anggota jemaat: 300.000 jiwa
Jumlah hamba Tuhan: 130 Pendeta, 674 guru jemaat. 8 bibelvrow. 4 diakones.
BADAN PENGURUS
Ephorus : Pdt. Dr. Burdju Purba
Sekjen : Pdt. Rudolf Simanjuntak, BD
TENTANG GEREJA
Huria Kristen Indonesia
adalah sebuah gereja Lutheran di Indonesia yang berkantor pusat di Pematangsiantar, Sumatera Utara. Gereja ini termasuk kelompok gereja-gereja Protestan dan merupakan anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).
Berabad-abad lamanya, suku Batak berada dalam “kegelapan”. Oleh Anugerah Allah yang dinyatakan dalam Yesus Kristus, setelah tiba waktunya, Allah mengutus hamba-hambaNya memberitakan Injil kehidupan ke tengah-tengah suku Batak yang masih berada dalam kegelapan itu.
Sejak didirikan (1908-1946) HChB (HKI) tidak diakui oleh Badan Zendng RMG sebagai Gereja. Oleh sebab itu, selain dari mempengaruhi Pemerintahan Hindia Belanda untuk mempersulit Gereja HChB memperoleh Rechtperson dan izin melayankan sakramen, juga menghambat HChB memasuki badan-badan ekumenis di Indonesia dan internasional selama 40 Tahun. Semua perguruan teologi di Indonesia tertutup untuk HChB. Dengan kemampuannya yang terbatas, HChB mendidik para pelayannya (pendeta, guru jemaat, bibelvrow dan evangelis) selama 40 Tahun. HKI juga tidak menerima bantuan apapun dari gereja-Gereja dalam dan Luar Negeri. Gereja HKI benar-benar berdiri sendiri dalam daya, dana dan teologi.
HKI adalah salah satu Gereja Anggota di CCA, LWF, WCC, UEM dan memiliki hubungan yang baik dengan Gereja-Gereja di Indonesia dan dengan gereja –Gereja di Indonesia dan dengan gereja-gereja manca negara misalnya ELCA di Amerika Serikat), Gereja Lutheran di Australia (LCA), Gereja Rheinland dan Westfalia di Jerman, dan secara khusus memiliki hubungan kemitraan dengan K.K Hamm Jerman.
SEJARAH GEREJA
1907,
Badan Zending Jerman “Reinische Missionsgesellschaft (RMG) mendirikan jemaat di Pematang Siantar (Jalan Gereja sekarang), dan jemaat ini menjadi pusat utama para misionaris RMG di Sumatera Timur. Akan tetapi, warga jemaatnya banyak yang tersebar di sekitar pinggiran kota Pematang Siantar yang jaraknya kurang lebih 4 km dari gereja ini dan F. Sutan Malu Panggabean adalah salah seorang dari antaranya.
1908
20 Mei
Mempertimbangkan sulitnya menjangkau gereja di Pematang Siantar dengan Jalan kaki, maka F. Sutan Malu Panggabean mengusulkan agar didirikan satu jemaat baru di Pantoan. Usul ini ditolak oleh Pdt. R. Scheneider (missionaris RMG) di gereja Pematang Siantar.
Akhirnya F.P.Sutan Malu berinisiatif mendirikan persekutuan gereja yang kemudian diberi nama Hoeria Christen Batak ( H.Ch.B) dirumahnya di daerah Pantoan, Pematang Siantar
1909
F. Sutan Malu Panggabean lulusan dari Sekolah Guru Seminari Sipaholon.
1927
01 April
F.P.Sutan Malu yang sudah mulai melakukan kebaktian Minggu dirumahnya di daerah Pantoan Pematang Siantar akhirnya membuat surat pemberitahuan resmi pendirian Hoeria Christen Batak ( H.Ch.B) kepada pemerintahan dengan alasan utama pendirian Gereja yakni
-  Penolakan RMG atas usulannya dan
-  keinginan untuk menyelenggarakan pekabaran Injil (marturia), persekutuan (koinonia), dan pelayanan kasih (diakonia) seperti yang dinyatakan oleh F. Sutan Malu Panggabean pada waktu ditanyai oleh pejabat pemerintah Simalungun dengan mengutip Yakobus 1:22  “Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri”.
1927-1930,
Sambutan masyarakat Kristen Batak terhadap HChB di Pematangsiantar dan sekitarnya sangat luar biasa. Dalam kurun waktu yang relatif singkat (8 Tahun) telah berdiri 5 Jemaat dengan 220 Kepala Keluarga.
1928
5 Agustus,

123 orang warga jemaat RMG yang ada di Medan mendirikan satah satu Jemaat baru yang disebut “Hoeria Christen Batak Medan Parjolo” (HChB Medan ). Yang oleh kelompok yang tidak senang dengan Jemaat ini, mereka mengejeknya dengan sebutan “Partai 123”.
1929,
9 September
Adanya ejekan kepada HChB yang disebut-sebut oleh orang-orang yang tidak menyukainya sebagai kumpulan Partai Politik sangat menderita. Karena tidak diakui sebagai Gereja. Maka pimpinan HChB Voorzitter F. Sutan Maloe Panggabean dan Sekretaris I.M Titoes Lumban Gaol melayangkan permohonan Rechtperson dan izin melayankan sakramen (baptisan dan perjamuan kudus) kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Jakarta yang kemudian tidak dijawab.
1931
1 Agustus,
Permohonan kedua Rechtperson dan izin melayankan sakramen juga tidak dijawab.
1931-1933
Jumlah Jemaat HChB bertambah menjadi 47 Jemaat.
1931-1942
Gereja HChB menyebar sampai ke Daerah Deli Serdang, Tapanuli didaerah Humbang, Sipahutar, Pangaribuan, Silindung sekitarnya, Patane Porsea atau Toba Holbung sekitarnya, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Sidikalang, atau Dairi sekitarnya, Tanah Alas dan sekitarnya.
1932,
HChB mengutus Voorzitter F. Sutan Maloe Panggabean untuk dapat langsung menghadap Gebernur Jenderal di Jakarta.
1933
27 Mei
Setelah dilakukan rapat oleh pemerintah Belanda maka permohonan Rechtperson diberikan. Sepuluh hari berikutnya, izin melayankan sakramen juga diberikan oleh pemerintahan Hindia Belanda. Menyadari pentingnya pelayan untuk melayankan sakramen maka pata tahun 1933 Voorzitter F.P Sutan Malu Panggabean ditahbiskan menjadi pendeta.
1933-1935,
Jemaat HChB mencapai lebih dari 170 Jemaat.
1946
16-17 November
Atas kesadaran perluasan misi Gereja dan atas kesadaran bahwa HChB bukan hanya untuk berada di Tanah Batak Saja, maka pada Synode HChB tahun 1946 nama HChB ( Huria Christen Batak ) diperluas menjadi HKI ( Huria Kristen Indonesia ). Dalam Synode ini juga dipilih Voorzitter ( Ketua yang baru ) yakni Pdt. T.J Sitorus yang memimpin HKI selama 32 tahun sampai Juli tahun 1978.
Akan tetapi setelah selesai sinode, ada beberapa jemaat dan pendeta yang menyatakan ketidaksetujuan nya pada perluasan nama ini. Mereka terpisah dari HKI dan tetap memakai nama HChB, yang kemudian diubah menjadi “Gereja Kristen Batak ” (GKB).
1967
29 Oktober
HKI diterima menjadi anggota Dewan Gereja-Gereja Indonesia (DGI) pada Sidang Raya di Makassar.
1976
26 Agustus,
Sinode Gereja Kristen Batak (GKB) menyatakan diri bergabung kembali dengan HKI.[2]
DAFTAR PENDETA HKI TERHITUNG 1 JANUARI 2009
 
NO
NAMA PELAYAN
Mulai Melayani
BIP
Lahir
Keterangan
1
Pdt. M.P.Siregar,MTh
01.04.1974
110
12.08.1948

2
Pdt. Harlen Simangunsong,BD
01.04.1974
112
17.07.1948

3
Pdt. Maraudin Simorangkir,SmTh
6/1/1975
113
21.06.1951

4
Pdt. Rudolf Simanjuntak,BD
06.07.1976
114
02.05.1951

5
Pdt. DR.Burju Purba
06.07.1976
115
22.10.1950

6
Pdt. Conrad Siahaan,SmTh
01.03.1978
116
29.12.1946

7
Pdt. Javar.O.H.Siagian,SmTh
05.02.1979
117
06.09.1953

8
Pdt. DR.Langsung Sitorus,MTh
23.03.1980
118
24.10.1954

9
Pdt. Maregos A. Emer Samosir, MTh
23.03.1980
119
22.09.1952

10
Pdt. Harry Riesman Panjaitan,STh
23.03.1980
120
11.02.1954

11
Pdt. Bisara Pardede
01.03.1982
125
15.05.1945

12
Pdt. Muller Manurung
01.03.1982
129
12.10.1949

13
Pdt. Edison Deski Siagian
01.03.1982
131
10.06.1946

14
Pdt. Saul Hasugian,STh
01.03.1982
133
29.03.1953

15
Pdt. Makdin  K. Panjaitan
01.03.1982
134
03.01.1947

16
Pdt. Makmur Saragi
01.03.1982
136
28.01.1954

17
Pdt. Aterdansah Sinaga
01.03.1982
137
27.12.1943

18
Pdt. Binsar Tua Panjaitan
01.03.1982
140
11.06.1947

19
Pdt. Sorba Samuel Pasaribu
01.03.1982
141
08.05.1946

20
Pdt. Torkis Lumbantoruan
01.07.1983
143
22.01.1952

21
Pdt. Manjalo Pahala Hutabarat,STh
01.03.1984
144
17.12.1958

22
Pdt. Johannes Panjaitan.STh
01.03.1984
146
14.06.1956
   
23
Pdt. Toljun Lumbantobing,STh
07.04.1985
147
03.06.1958

24
Pdt. Epen Siregar,SmTh
01.10.1986
149
18.10.1957

25
Pdt. Hotman Hutasoit,SmTh
01..11.1986
150
02.10.1962

26
Pdt. Noderia br Manalu,STh
01.11.1987
151
27.05.1964

27
Pdt. Karmen Simorangkir,STh
05.12.1988
153
09.05.1961

28
Pdt. Marhasil Hutasoit,STh
05.12.1988
154
03.03.1965

29
Pdt. Firman Sibarani,STh
05.12.1988
155
24.04.1963

30
Pdt. Halomoan Simanjuntak, STh
01.09.1990
156
16.03.1963

31
Pdt. Jansen Simanjuntak,STh
01.09.1990
157
06.02.1965

32
Pdt. Lamsihar Simamora,STh
01.09.1990
158
28.02.1961

33
Pdt. Jauba Panggabean,SmTh
01.09.1990
159
14.04.1964

34
Pdt. Tohap Sihombing,STh
01.10.1991
160
01.01.1966

35
Pdt. Batara Sihombing,MTh
01.10.1991
161
30.01.1965

36
Pdt. Kabulman Simamora,STh
01.10.1991
162
08.06.1965

37
Pdt. Tigor  P Sihombing,STh
01.05.1922
163
07.12.1966

38
Pdt. Tagor Hasibuan
01.05.1992
164
20.01.1953

39
Pdt. Firman Maringan Nadapdap
01.05.1992
165
01.03.1953

40
Pdt. Lusten Sitorus
01.05.1992
166
15.06.1946

41
Pdt. Loasari R.M. Br.Sianturi, STh
01.06.2007
167
09.04.1966

42
Pdt. Salome Br.Nainggolan,STh
01.05.1993
168
07.06.1965

43
Pdt. Herlina Br. Gultom,STh
01.05.1993
169
04.07.1965

44
Pdt. Nurdia Br. Hutasoit,STh
01.05.1993
170
03.12.1966

45
Pdt. Meri Pinta Uli Br. Hutapea,STh
01.05.1993
172
17.10.1967

46
Pdt. Samsul Manurung,STh
01.05.1993
173
21.11.1965
 Pernah Cuti diluar tanggungan 
47
Pdt. Tony Liston Hutagalung.STh
14.11.1994
174
13.02.1970

48
Pdt. Jasper Siburian,STh
14.11.1994
175
16.05.1968

49
Pdt. Janiandar Pasaribu, MTh
14.11.1994
176
11.02.1965

50
Pdt. Togos Sinaga,STh
14.11.1994
177
26.12.1968

51
Pdt. Henry Lindung Situmorang,STh
01.11.1995
178
28.11.1967

52
Pdt. Rahel Naomi Br.Simarmata,STh
14.11.1994
179
13.09.1968

53
Pdt. Marudut Lumban Gaol,STh
14.11.1994
180
30.05.1970

54
Pdt. Hisar Sitorus.STh
14.11.1994
181
13.07.1962

55
Pdt. Jam Two Night Sipahutar,STh
14.11.1994
182
11.11.1967

56
Pdt. Tiarma Rusfarida Br.Sinaga,STh
01.02.2003
183
20.08.1968

57
Pdt. Anto Martopan Sianipar,STh
01.06.1996
184
30.04.1966

58
Pdt. Rosinta Br.Malau,STh
01.06.1996
185
01.06.1969

59
Pdt. Anggiat Siregar,STh
01.06.1996
186
18.07.1963

60
Pdt. Kepler James Bakara,STh
01.04.1997
187
19.10.1969

61
Pdt. Ardin Lumbantobing,STh
01.04.1997
188
12.06.1969

62
Pdt. Togap Gultom.STh
01.04.1997
189
20.10.1969

63
Pdt. Togar Aruan,STh
01.04.1997
190
07.01.1968

64
Pdt. Surungan Situmorang,STh
01.04.1997
191
02.09.1968

65
Pdt. Edward Pasaribu,STh
01.10.1998
193
27.02.1971

66
Pdt. Rimhot Simamora,STh
01.10.1998
194
25.01.1971

67
Pdt. Antowaren Simatupang,STh
01.10.1998
195
17.07.1971

68
Pdt. Ladon Purba,STh
01.10.1998
196
25.05.1965

69
Pdt. Salomo Tampubolon,STh
03.10.1999
197
22.07.1971

70
Pdt. Lamsihar Oberlin Siregar,STh
03.10.1999
198
04.07.1969

71
Pdt  Helder Purba,STh
10/3/1999
199
25.05.1967

72
Pdt. Natanael Naibaho,STh
03.10.1999
200
06.09.1969

73
Pdt. Tumiar Br. Lumbantobing,STh
03.10.1999
201
04.08.1971

74
Pdt. Sunggul Horas Manik, STh
03.10.1999
202
13.01.1971

75
Pdt. Eben Hutasoit,STh
01.02.2001
203
31.10.1972

76
Pdt. Abednego Silitonga,STh
01.02.2001
204
10.06.1972

77
Pdt. Hopol M. Sihombing,STh
01.02.2001
205
25.02.1973

78
Pdt. Hotman Simatupang,STh
01.02.2001
206
15.09.1974

79
Pdt. H.T.Fresly Simamora.STh
01.02.2001
207
12.02.1973

80
Pdt. Bahara Sihombing,STh
01.02.2001
208
28.02.1975

81
Pdt. Janto Sihombing,STh
01.02.2001
209
28.09.1972

82
Pdt .Januari A.P. Sirait,STh
01.02.2001
210
01.01.1974

83
Pdt .John Piter Napitupulu,STh
01.02.2001
211
16.06.1970

84
Pdt .Manonggor Hasibuan,STh
01.02.2001
212
31.03.1973

85
Pdt .Mangampu Sipahutar,STh
01.02.2001
213
24.01.1971

86
Pdt. Leonardo Simanjuntak,STh
01.10.2001
214
02.02.1973

87
Pdt. Luhut Simamora,STh
01.02.2001
215
25.04.1974

88
Pdt. Olbiner Samosir,STh
01.02.2001
216
18.09.1969

89
Pdt. Poltak Pakpahan,STh
01.03.2001
217
31.10.1972

90
Pdt  Marlon B Purba,STh
01.02.2001
218
28.06.1976

91
Pdt. Martahi Oloan Siahaan,STh
01.02.2001
219

 Pendeta Non Aktif 
92
Pdt. Rinto Nainggolan,STh
01.02.2001
220
29.05.1973

93
Pdt. Sarobudi Bulolo,STh
01.02.2001
221
26.11.1975

94
Pdt. Tumbur Siahaan,STh
01.02.2001
222
30.11.1968

95
Pdt. Mangaliup Simanjuntak,STh
01.02.2001
223
07.11.1972

96
Pdt. Edward Sastro Bakara,STh
01.02.2002
225
08.10.1973

97
Pdt. Erlina Br. Simatupang,STh
01.02.2003
226
25.09.1972

98
Pdt. Rita Ramaita Br.Siregar,STh
01.01.2002
227
16.02.1973

99
Pdt. Ihut Hisar P. Sihombing
01.01.2002
228
12.10.1964

100
Pdt. Hasiholan Simangunsong,STh
01.02.2003
229
24.11.1971

101
Pdt. Drs.Jonli Pasaribu,STh
01.02.2003
230
09.11.1963

102
Pdt. Juli B.M.Hutagalung,STh
01.02.2003
231
01.07.1974

103
Pdt. Gomgom F.H.Tampubolon,STh
01.02.2003
232
23.09.1975

104
Pdt. Uba Manatap Panggabean,STh
01.02.2003
233
14.03.1974

105
Pdt. Hugo De Groot Nababan,STh
01.02.2003
234
11.09.1972

106
Pdt. Togar Gultom,STh
01.02.2003
235
05.09.1974

107
Pdt. Anan Prayer Manurung,STh
01.01.2004
236
23.03.1976

108
Pdt. Dormen Pasaribu,STh
01.01.2004
237
21.02.1977

109
Pdt. Ependy Pasaribu,STh
01.03.2004
238
23.11.1974

110
Pdt. Kondrat P.M.Sirait,STh
01.01.2004
239
03.03.1972

111
Pdt. Rinaldo Sitompul,STh
01.01.2004
240
25.10.1971

112
Pdt. Timbul Siregar,STh
01.02.2004
241
01.02.1977

113
Pdt. Saidon Ambarita,STh
01.09.2004
242
11.01.1976

114
Pdt. Anton Saputra Sitorus, STh
01.09.2004
243
12.11.1971

115
Pdt. Samrudin Sianturi,STh
01.09.2004
244
25.02.1977

116
Pdt. Danro Sandy Panjaitan, STh
01.09.2004
245
26.04.1978

117
Pdt. Pantas Purba, STh
01.09.2004
246
17.08.1977

118
Pdt. Sumarlin Simanungkalit,STh
01.09.2004
247
20.05.1975

119
Pdt. Happy Bontar. K.Pakpahan, STh
01.01.2006
248
01.01.1978

120
Pdt. Tahan M.G.M.Simaremare, STh
01.01.2006
249
20.09.1977

121
Pdt. Evalina Br. Pasaribu, STh
01.01.2006
250
08.12.1978

122
Pdt. Suparman Simamora, STh
01.01.2006
251
18.05.1978

123
Pdt. Godman Tampubolon, STh
01.01.2006
252
14.01.1976

124
Pdt. Remika H. Br. Sihombing, STh 
01.01.2006
253
24.10.1975

125
Pdt. Paiyan Pasaribu, STh
01.01.2006
254
11.01.1976

126
Pdt. Santer Brikman Sipahutar, STh
01.01.2006
255
22.10.1976

127
Pdt.David Panjaitan, STh
01.01.2006
256
25.02.1976

128
Pdt. Joman Siregar, STh
01.12.2006
257
07.06.1963

129
Pdt. Poltak Uli Basa Aritonang, STh
01.02.2007
258
06.01.1972

130
Pdt. Lamsihar Manalu, STh
01.02.2007
259
15.11.1977

131
Pdt. Edwin Jolli P.Simanullang, STh
01.02.2007
260
06.10.1978

132
Pdt. Charles Marisi E.Siregar, STh
01.02.2007
261
17.05.1977

133
Pdt. Norton Sinaga, STh
01.02.2007
262
10.10.1972

134
Pdt. Robert Simanjuntak, STh 
01.02.2007
263
14.12.1978

135
Pdt. Alberd Habeahan, STh
01.02.2007
264
12.08.1978

136
Pdt. Berton Silaban, STh
01.01.2008
265
25.07.1979

137
Pdt. Arman Simangunsong, STh
01.01.2008
266
21.06.1979

138
Pdt. Henri Dapot P.Sihotang, STh
01.01.2008
267
23.05.1979

139
Pdt. Harianto U.Harianja, SH, M.Min
01.01.2008
269
30.07.1973

140
Pdt. Sehat Wilderson Panjaitan, STh
01.01.2008
270
24.01.1980

141
Pdt. Adventus Nadapdap, STh
01.01.2008
271
07.12.1979

142
Pdt. Darwin Saragi, STh 
01.03.2009
272
16.08.1981

143
Pdt. Manamba Tua Pasaribu, STh 
01.03.2009
273
04.07.1971

144
Pdt. Likson F Simanjuntak, STh 
01.03.2009
274
21.06.1982

145
Pdt. Ance Idaris Simanjuntak, STh 
01.03.2009
275
16.03.1983

146
Pdt. Benjamin Saragi, STh 
01.03.2009
276
29.03.1983

147
Pdt. Riston Eirene Sihotang, SSi 
01.03.2009
277
29.04.1978

148
Pdt. Cica br Nababan, STh 
01.03.2009
278
27.03.1978

149
Pdt. Parlindungan Sitorus, STh 
01.03.2009
279
22.12.1979

150
Pdt. Andar Lubis, STh 
01.03.2009
280
12.12.1976

151
Pdt. Ronald Sihombing, STh 
01.03.2009
281
02.03.1980

152
Pdt. Sri Astati br Tampubolon, STh 
01.03.2009
282
02.11.1978

153
Pdt. Ebsan J.T. Simanjuntak, STh
01.02.2010
283
17.12.1978

154
Pdt. Efendi Nadeak, STh
01.02.2010
284
04.04.1973

155
Pdt. Hari Jase Hutagalung, STh
01.02.2010
285
28.03.1970

156
Pdt. Helen br Lumbantobing, STh
01.02.2010
286
05.11.1972

157
Pdt. Jumaidi Pane, STh
01.02.2010
287
01.08.1981

[] [3]



[1] http://hkiresortbandarlampung.wordpress.com/2011/05/15/sejarah-huria-kristen-indonesia/
[2] http://profilgereja.wordpress.com/2010/05/10/huria-kristen-indonesia/
[3] http://www.hki-online.or.id/index.php?go=tampilkan&kat=50&gr=6&id=537&jdl=PENDETA&t0842c8f73fa9829b48e91cfdd59c286c0842c8f73fa9829b48e91cfdd59c286c=church-God-jesus